Selama ini, yang namanya belajar ya di kelas. Paling tidak, di lingkungan sekolah. Ada bangku ada papan tulis, ada bu guru dan pak guru, buku-buku pelajaran, dan sebagainya. Komponen utama belajar ya memang itu. Jadi, kalau tak ada yang itu-itu, dianggap tidak belajar. Sehingga, anak mengartikan belajar dengan ke sekolah. Padahal, belajar tidak harus di sekolah. Dimana saja, kapan saja, dengan siapa saja, kita bisa sekolah.
Larangan pemerintah, masih berkaitan dengan Pandemi Covid 19, membuka alternatif untuk back to mosque. Masjid an mushola adalah tempat belajar yang dulu menghasilkan ulama-ulama hebat, pemimpin-pemimpin dunia, dan banyak orang besar. Sebelum ada sekolah dan madrasah formal, para pendahulu kita belajar di mushola. Bahkan tidak hanya belajar, tidur pun di mushola. Kemanapun kita pergi, tetap saja kembali ke mushola atau masjid sebagai sentral kehidupan kita. Bahkan, di era 90 an, anak-anak remaja masjid atau mushola, tetap kembali ke masjid atau mushola setelah nonton filmi India atau Mandarin idola anak-anak muda pada zaman itu.
Sekarang ini, alternatif tempat belajar, yang mungkin bisa digunakan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka adalah masjid dan mushola. Mengapa? Masjid dan mushola umumnya cukup luas. Disitu anak-anak bisa menjaga jarak aman, phisical distancing. Yang kedua, kita bisa mengharuskan anak-anak untuk cuci tangan menggunakan sabun, bahkan berwudlu, sebelum masuk masjid dan mushola. Dengan demikian, kebersihan tangan akan sangat terjaga. Yang ketiga, mushola dan masjid adalah tempat sakral bagi umat Islam, sehingga kita bisa lebih mengendalikan anak-anak di masjid. Dan yang terpenting, kombinasi dengan pembiasaan shalat dhuha, atau shalat jamaah, dapat dilaksanakan disini, tanpa guru “ribet” menyiapkan alas belajarnya.
Namun demikian, bukankah tidak semua sekolah memiliki masjid atau mushola. Sehingga, kepala sekolah atau madrasah bisa memanfaatkan mushola-mushola atau masjid desa di sekitar sekolah. Betapaun juga, masyarakat juga memiliki tanggung jawab atas pendidikan anak-anak. Penyiapan generasi ini tidak bisa hanya di-handle oleh sekolah, tetapi semua pihak juga harus mendukungnya.
Peristiwa ini, semakin menunjukkan pada kita bahwa Allah Swt sedang menghendaki kebaikan bagi umat Islam. Selama ini, masjid dan mushola kita dibangun dengan megah, dengan alat dan perlengkapan yang mahal, sehingga sering kita tinggalkan kecuali hanya untuk shalat jama’ah. Itupun seringkali hanya baris terdepan yang terisi, dengan orang-orang yang itu-itu saja.
Pada zaman dulu, masjid dan mushola merupakan pusat kegiatan masyarakat. Semua hal dapat diawali dari tempat mulia ini. Masjid dan mushola tidak hanya didirikan dalam rangka aspek ibadah mahdloh, aspek sosial, ekonomi, pendidikan, dan semua hal berkaitan dengan keumatan dapat dimusyawarahkan disini. Saatnya mengembalikan masjid dan mushola pada “multi dimensinya”, dengan tidak membatasi masjid dan mushola hanya untuk melaksanakan shalat lima waktu saja.
Makin produktif ja…..
Belum pokus lagi zoom maarif,🤣🤣🤣🤣 amit
mumpung sumangat….hehehe
Pihak yang mengkritik tidak sepadan dengan Nabi Musa, pun pula yang dikritik bukan sosok Firaun. Maka berlemah lembut, adalah suatu pilihan bijaksana.
Tentang kritik kayaknya di post yg satunya…hehe..