Seorang tokoh sedang “menceramahi” beberapa mahasiswa yang sowan padanya. Ia berkata, “Mumpung masih muda, kamu harus belajar banyak hal, kamu harus bisa apa saja. Sehingga, kamu dapat menyiapkan diri untuk banyak peran di masa depan. Lihat tuh, Pak Anu, semuanya bisa”.
Mendengar dialog itu, pikiran saya terfokus pada satu hal, haruskah kita bisa semuanya? Kita kan bukan Superman, paling-paling hanya Suparman, yang tidak akan mampu banyak melakukan banyak hal dalam waktu yang tersisa? Lalu, bagaimana kita akan jadi seorang maestro, kalau kita bisa semuanya? Jangan-jangan kita hanya akan menjadi seseorang yang “sekedar bisa banyak”, bukan orang yang memiliki “ahli dalam banyak hal”?
Kemampuan Dasar
Kemampuan dasar adalah kemampuan yang harus dimiliki seseorang. Kemampuan membuat makanan, mencuci pakaian, menata dan membersihkan rumah, mengendarai (apapun jenis kendaraannya), membaca, menulis, menghitung, adalah kemampuan-kemampuan dasar yang harus dimiliki seseorang. Kemampuan itu “wajib” dimilik orang agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi dirinya.
Kemampuan dasar sebaiknya dimiliki semua orang. Sehingga ia dapat memenuhi kebutuhan minimal dirinya. Meskipun, para lelaki juga harus memiliki kemampuan standar lelaki, demikian juga perempuan. Laki-laki sebaiknya memiliki kemampuan teknis seperti mengganti bola lampu, mengganti sekering listrik, servis ringan kendaraan, memasang rantai sepeda yang lepas, mengganti genteng yang bocor, dan sebagainya. Sementara kemampuan standar perempuan seperti menanak nasi, membuat sayur, menggoreng lauk pauk, dan sebagainya. Sehingga, suaminya tidak hanya “dimasakkan air” dan “dibuatkan mie instant” saja, hehe.
Keahlian
Di luar kemampuan standar itu, setiap kita seharusnya memiliki kemampuan-kemampuan khusus atau keahlian. Keahlian ini mempermudah orang lain memberikan status pada kita. Pak Nur penulis, Pak Son peternak, Pak Zein teknisi, dan seterusnya. Dengan catatan, keahlian tersebut sebaiknya pada tataran ahli (jika mungkin, ahlinya ahli), sehingga apapun itu, akan menjadi rujukan bagi semua orang yang membutuhkannya.
Adalah “repot” ketika kita memiliki banyak keahlian tetapi tidak sangat ahli. Status kita akan menjadi kabur. Pak Andi yang penulis, sekaligus peternak, dan ia dapat juga memperbaiki mesin. Terus Pak Andi ini apa, penulis, peternak, atau teknisi? Hehe…
Biasanya, orang-orang yang seperti itu tidak akan mencapai maestro. Mereka harus membagi waktu untuk semua keahliannya itu, sementera waktu yang diberikan Allah Swt tetap 24 jam dalam sehari, ndak iso nambah. Seorang maestro menghabiskan semua waktunya untuk satu hal yang ia tekuni, sementara seorang serabutan harus membagi satu waktunya untuk banyak hal. Hadeeh…
Ingin jadi Apa?
Kita memang harus memililih dan meyakini bahwa pilihan kita adalah tepat dan bermanfaat. Bidang apapun yang kita tekuni di dunia ini, tetap akan dibutuhkan orang lain dan menyumbang kemaslahatan, selama digunakan untuk kebaikan. Oleh karena itu, memilih dengan pertimbangan dan “petunjuk” yang tepat justru akan menghasilkan prestasi yang lebih tinggi.
Seseorang dapat menjadi terkenal di dunia, hanya karena kemampuannya membuat donat. Setiap hari yang ia tekuni hanyalah membuat donut, dan tidak terpikir untuk membuat lemper. Donat itu ia kembangkan dengan banyak varian, dengan kualitas yang semakin baik, dan dengan branding serta pemasaran yang hebat. Jadilah ia seorang bos donat yang terkenal seluruh dunia dan menginspirasi banyak orang untuk memproduksi hal yang sama. Ia ternyata lebih populer dibanding orang yang dapat makanan lainnya. Ia hanya melakukan sesuatu : fokus.