Sampai saat ini, kebijakan pemerintah untuk learning from home belum juga bisa dicabut. Hal ini dikarenakan penyebaran virus corona diberbagai wilayah masih belum juga dapat dikendalikan. Bahkan dibeberapa daerah dengan penularan tertinggi seperti DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, angka pertambahan kasus baru terinfeksi masih cukup tinggi. Oleh karena itu, kementrian pendidikan masih menerapkan kebijakan belajar dari rumah, untuk melindungi anak dari terpapar virus corona itu.
Lamanya anak tidak ke sekolah, menyisakan persoalan baru yang harus diwaspadai. Anak sudah tidak lagi terbiasa bangun pagi karena tidak harus pergi ke sekolah. Anak juga tidak harus segera tidur karena besuk tidak harus bangun pagi. Tugas-tugas guru, yang sesuai kebijakan harus dikurangi, dapat diselesaikan oleh para siswa dalam waktu yang tidak lama. Sehingga, para siswa masih memiliki sisa waktu yang cukup panjang untuk melakukan banyak hal. Sementara para orang tua juga sudah mulai sibuk dengan urusan pekerjaannya, sehingga waktu mereka untuk berada di rumah bercengkrama dengan anak-anak juga semakin berkurang.
Anak-anak mulai memiliki kebiasaan baru. Salah satunya adalah nongkrong di poskamling. Di tempat ini anak akan bergaul dengan siapa saja, termasuk orang dewasa yang memiliki kebiasaan yang bisa jadi sangat berbeda dengan apa yang dibiasakan di sekolah. Anak akan sering bertemu dan bergaul dengan orang dewasa merokok, bermain kartu, atau bercakap-cakap “ala orang dewasa”. Sehingga masukan informasi baik visual maupun auditif diterima anak dengan bebas tanpa filter dari siap pun. Apalagi orang tua juga terkesan banyak membiarkan anak-anak berada di lingkungan itu asalkan anak tidak nangis, tidak main di tempat berbahaya, atau tidak bertengkar dengan temannya.
Padahal dalam kondisi ini, kita sedang membiarkan anak untuk mendapatkan informasi tanpa filter yang jelas. Dalam kelompok orang-orang dewasa di poskamling misalnya, tentu mereka akan membicarakan informasi banyak hal, termasuk informasi khas orang dewasa. Ketika anak bersama mereka, otomatis mereka juga akan mendengarkan informasi-informasi tanpa batasan usia. Dari sisi sosial, tentu diskusi antara orang dewas tidak terbatas pada hal-hal yang dapat diterima anak secara vulgar. Banyak informasi yang mungkin anak tidak bisa memahami secara pasti dan harus menginterprestasikannya berdasarkan modal kemampuan mereka. Alhasil, hal ini tentu akan mengganggu pola pikir anak secara psikologis.
Dipihak lain, kebiasaan-kebiasaan merokok dan bermain kartu di poskamling, tentu tidak tepat untuk perkembangan anak. Memang pada umumnya di tempat itu mereka hanya bermain kartu untuk “membunuh” waktu. Namun kebiasaan itu juga akan menumbuhkan kebiasaan anak bermain kartu, sehingga bisa jadi ketika mereka sekolah, mereka juga terganggu oleh kebiasaan baru itu.
Demikian juga dengan rokok. Di sekolah anak-anak berusaha sekuat tenaga dijauhkan dari rokok. Orientasinya adalah faktor bahaya merokok bagi kesehatan mereka. Namun, pada saat mereka tidak bisa belajar dengan tatap muka, mereka akan menemui kebiasaan merokok sebagai kebiasaan umum dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Namun demikian, adalah dilematis ketika memaksa anak tetap berada di rumah. Apalagi, kalau orang tua telah menyiapkan hanphone yang canggih dan wi-fi unlimited, kebiasaan lain tentu akan tumbuh juga. Kebiasaan berselancar di dunia maya seharian penuh, atau bermain game online dengan teman di seluruh dunia, tentu akan menjadi sesuatu yang sangat menarik bagi anak-anak. Padahal dari sudu fisiologis maupun psikologis hal itu akan membahayakan anak jika dilakukan terus menerus. Kasus-kasus gangguan penglihatan dan kejiwaan akibat bermain game yang terlalu lama, tentu harus menjadi pertimbangan orang tua membiarkan anaknya dalam kondisi itu.
Alhasil, perlu kerjasama dan kesadaran bersama, antara semua komponen yang ada di masyarakat, orang tua, para guru, pemerintah, dan para tokoh masyarakat maupun tokoh agama. Paling tidak, untuk memberikan iklim yang lebih baik di dunia luar sekolah. Dengan cara, memberikan sosialisasi kepada masyarakat, agar masyarakat juga ikut melakukan kontrol sosial, yaitu bahwa semua anggota masyarakat memiliki tanggung jawab yang sama untuk menjaga anak-anak. Anak siapa pun yang ditemuai, dalam kondisi apapun anak itu, setiap orang harus saling menjaga, agar anak tidak terlalu jauh keluar dari track nya sebagai anak. Semua komponen masyarakat memiliki tanggung jawab sosial yang sama untuk menjaga generasi yang lebih baik di masa akan datang.