
Setiap manusia pasti punya kelebihan dan kekurangan. Kelebihan membuat orang memuji, kekurangan sering kali dijadikan bahan ejekan. Pada diri “orang besar”, seperti pemimpin, pejabat, dan sebagainya, kekurangan dan kelemahannya akan jadi bahan komplain, demonstrasi, atau paling tidak kritik. Oleh karena itu, setiap kita yang berani menjadi “orang besar” harus siap menerima kritik dengan lapang dada. Jika tidak, kritik bisa sungguh menyakitkan, bahkan “memetikan”.
Kritik adalah sesuatu yang positif. Tentu jika dilihat dari angle yang benar. Dengan catatan, juga disampaikan dengan baik dan benar, pada tempat yang tepat, dan pada waktu yang tepat pula. Kritik bukan cemoohan, kritik juga bukan ejekan, apalagi hinaan. Sehingga, kritik tentu tidak boleh berkaitan dengan sesuatu yang bersifat “sudah dari sononya”. Misalnya, ada pejabat yang “cara ngomongnya” gagap, atau fisiknya “kurang tampan”, atau ukuran tubuhnya kurang ideal, tentu itu bukan bahan kritik. So, mempersoalkannya, bisa berarti menghina.
Dalam Islam, ada tata krama dalam mengkritik. Salah satu tata kramanya adalah dengan tidak menyampaikan kritik yang disebarkan di khalayak umum (‘alaniyah). Hal demikian seperti disampaikan Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya:
مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ نَصِيحَةٌ لِذِى سُلْطَانٍ فَلاَ يُكَلِّمْهُ بِهَا عَلاَنِيَةً
Yang artinya : “Barang siapa yang hendak menasehati pemerintah, maka jangan disampaikan secara terbuka” (HR Hakim)
Media sosial merupakan salah satu tempat untuk mengkritik secara terbuka. Kalau kritikan di media sosial sudah berubah menjadi hinaan, tentu akan lain jadinya. Oleh karena itu, menyampaikan kritik di media sosial harus berhati-hati melakukannya. Menggunakan bahasa yang baik dan sopan, tentu akan lebih enak dibaca.
Selain itu, mengkritik seharusnya bersifat solutif. Paling tidak, ketika mengkritik, kita harus tahu alasan seseorang melakukan apa yang kita kritik. Jangan sampai mengkritik dalam ketidaktahuan kita. Lagi pula, mengkritik tidak sama dengan menghina. Mengkritik itu menyampaikan alasan, usulan, dan saran sebagai bentuk ketidaksetujuan dari apa yang sedang terjadi. Bukan menjustifikasi tanpa mengetahui alasan dan latar belakang sebuah tindakan.
Pemerintah, para pejabat, dan para pemimpin, seharusnya dapat menjaga diri. Kebijakan yang dilakukan harus benar-benar diperuntukkan masyarakat secara luas, dengan cara yang tepat dan benar, dan dikomunikasikan dengan baik. Pemerintah harus dapat menjelaskan dengan gamblang segala sesuatu yang dilakukannya, agar masyarakat tidak berprasangka buruk terhadap apa yang dilakukannya.
Ada beberapa cara untuk menyampaikan kritik agar tidak menyinggung perasaan orang lain, yaitu : (1) Menggunakan bahasa yang baik, (2) Memberikan alasan yang logis, (3) Tidak tampak menggurui, menceramahi, dan “membodohkan” orang yang dikritik, (4) Disampaikan pada waktu dan tempat yang tepat, (5) Menyampaikan kritik setelah mendengar alasan seseorang melakukan suatu tindakan, (6) Menyampaikan solusi untuk menyelesaikan masalah yang sedang dibicarakan.
Dewasa ini arus informasi mengalir deras ke semua lini. Masyarakat paling bawah pun dapat mengakses informasi dengan sangat mudahnya. Sayangnya, tidak semua orang memiliki filter yang cukup kuat untuk memilah dan memilih informasi yang ia dapatkan. Hoax atau truth, seperti memililiki tabir tipis dan lemah, sehingga sangat sulit dipilah dan dipilih.
Mengkritk itu memberi solusi, bukan menjustifikasi. Mengkritik itu membangun, bukan meruntuhkan. Mengkritik itu memotivasi, bukan menghabisi. Mengkritik harus disampaikan dengan asyik. Jangan justru membuat orang lain terusik.