Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak dapat lepas dari hal-hal yang berkaitan dengan numerasi. Berbelanja, berkaitan dengan menghitung jumlah barang dan uang, memasak berhubungan dengan ukuran bahan dan bumbu, berolahraga berkaitan dengan jarak, waktu, bahkan hitungan kalori yang terbakar dalam kegiatan olah raga kita.
Bagi orang Islam, beribadahpun berkaitan dengan numerasi. Hitung rekaat sholat, banyak kali jumlah dzikir, berapa kali memutari Ka’bah dalam tawaf, berapa kali bolak-balik dalam sya’i, semuanya berkatian dengan numerasi. Pendeknya, hidup kita selalu berkaitan dengan numerasi. Oleh karena itu, literasi numerasi merupakan salah satu indikator dalam asessmen nasional yang dicanangkan oleh Kemendikbud RI.
Apakah literasi numerasi itu? Sebagaimana dilansir dalam https://www.gln.kemendikbud.go.id, literasi numerasi adalah pengetahuan dan kecakapan untuk (a) menggunakan berbagai macam angka dan simbol-simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari dan (b) menganalisis informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan, dsb.) lalu menggunakan interpretasi hasil analisis tersebut untuk memprediksi dan mengambil keputusan.
Kecakapan akan literasi numerasi sangat diperlukan oleh para siswa. Mereka memerlukan kecakapan ini tidak hanya untuk menyelesaikan soal ulangan, tetapi yang paling penting adalah untuk menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana dikemukakan di awal, bahwa hampir semua lini kehidupan kita, tidak dapat dipisahkan dari literasi numerasi.
Para guru dan orang tua, harus lebih banyak mengaitkan kecakapan ini dengan persoalan kehidupan nyata. Para guru dapat memulainya dengan memberikan tugas-tugas numerasi sederhana. Di rumah, para siswa akan belajar dengan orang tua untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.
Contohnya, para guru memberikan tugas agar setiap siswa membawa 1/4 kg gula dan 1/2 kg tepung. Orang tua dapat menjelaskan pada siswa takaran-takaran itu, dengan menunjukkan benda nyata berupa gula dan tepung. Orang tua dapat memberikan petunjuk dengan memberikan bungkusan yang berisikan 1/4 kg gula atau mengajak anak untuk menimbang 1/4 kg dengan timbangan yang ada di dapur. Dengan demikian anak tahu persis 1/4 kg gula itu sebanyak apa. Demikian juga dengan 1/2 kg tepung.
Sekolah seharusnya juga menyiapkan laboratorium, atau paling tidak alat praktek, yang langsung berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Alat-alat seperti timbangan dengan berbagai jenisnya, penggaris dengan berbagai ukurannya, meteran dengan berbagai bentuk dan fungsinya, merupakan alat-alat praktek yang diperlukan siswa, terutama para siswa sekolah dasar. Dengan begitu, siswa tidak hanya melihat meteran digambar buku, tetapi betul-betul dapat melihat meteran dalam bentuk benda nyata dan menggunakannya.
Kegiatan-kegiatan di luar ruangan, seperti olah raga dan bermain, juga dapat digunakan untuk mendukung penguatan kecakapan literasi. Mengajari anak meloncat ke depan dan ke belakang, merupakan wahana untuk menjelaskan bilangan bulat positif dan negatif. Mengukur jauh dekatnya lompat jauh dengan meteran pita, juga merupakan wahana penguatan literasi numerasi yang bahkan dapat diajarkan oleh guru olah raga. (ans)