Kegelisahan orang tua menghadapi “libur panjang” putra-putrinya semakin meninggi. Di hari terakhir liburan kenaikan kelas mulai banyak orang tua yang menanyakan kapan sekolah masuk lagi. Pertanyaan yang juga tidak bisa dijawab dengan pasti oleh manajemen sekolah karena kepastian hari masuk sekolah sama sekali tidak bisa ditentukan oleh sekolah. Bahkan dinas pendidikan pun tidak berani menentukan kapan sekolah dapat melaksanakan pembelajaran tetap muka lagi.
Kekhawatiran orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya bukan tanpa sebab. Hari demi hari, yang ia lihat dari apa yang dilakukan oleh anak-anaknya adalah bermain, memancing, “berkeliaran” kesana kemari dengan arah yang tidak jelas, dan mulai bergaul dengan anak-anak yang lebih tinggi usianya. Bagaimanapun di lingkungan rumah, anak-anak sudah tidak bisa lagi membatasi diri dengan hanya bermain dengan teman-teman seusianya. Di rumah, teman-teman seusia mereka tidak cukup banyak sehingga mereka harus bergaul dengan anak-anak yang lebih tua, yang bisa jadi cara bermain dan jenis permainannya berbeda.
Sementara itu, beberapa pembiasaan yang selama ini dilakukan di sekolah sudah sulit dibiasakan lagi. Pembiasaan sholat dhuha, mengaji, sholat berjamaah, hafalan surat pendek, dan lain-lain, sulit “dipaksakan” oleh orang tua. Anak-anak kembali tidak berada pada lingkungan belajar sehingga kontrol terhadap perilakunya pun sedikit berbeda. Orang tua yang tidak bekerja di tempat jauh, atau ibu-ibu yang mengkhususkan diri sebagai ibu rumah tangga tentunya tidak sangat khawatir tentang hal ini. Namun, orang tua yang terpaksa bekerja di luar rumah dengan jarak lebih dari 10 km misalnya, akan merasakan kekhawatiran meninggalkan anak-anaknya yang masih SD bermain dan “hidup sendiri” di rumah.
Sementara itu, SKB 4 Menteri (Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 pada masa Pandemi Corona Virus Disease 20190), disebutkan bahwa tahun ajaran baru tetap dilaksanakan pada tanggal 13 Juli 2020. Namun demikian, pembelajaran tetap dilaksanakan dengan sistem BDR (Belajar Dari Rumah), dikecualikan untuk pondok pesantren, pendidikan keagamaan, dan pendidikan tinggi. Namun demikian, aturan yang ketat tentang penerapan protokol kesehatan tetap berlaku. Paling tidak, pondok pesantren telah lebih dulu dapat melaksanakan pembelajaran dibanding sekolah-sekolah formal yang setiap hari peserta didiknya pulang balik dari sekolah ke rumah.
Pondok pesantren dapat dianggap aman karena beberapa hal : (1) semua santri berada dalam satu lingkungan tertutup, dimana tidak boleh ada orang lain keluar masuk tanpa melalui pengecekan kesehatan, (2) sebelum masuk pesantren para santri sudah harus menjalani rapid test, masuk melalui bilik disinfektant, dan mendapat pengawasan kesehatan yang serius, (3) tempat tinggal para santri diupayakan steril karena sering disemprot dengan disinfektan.
Alhasil, pada masa pandemi, pondok pesantren akan tetap eksis. Sementara sekolah tidak dapat melaksanakan tatap muka, pondok pesantren tetap bisa melaksanakannya. Oleh karena itu, pondok pesantren, merupakan jawaban dari kegelisahan orang tua. Pendeknya, kalau anaknya ingin segera belajar, ingin segera bisa menuntut ilmu, ingin terkendali dalam lingkungan yang benar, ya di pondokkan saja. Ayo mondok!