Tujuan dilaksanakannya puasa Ramadhan adalah agar orang-orang beriman meningkat derajatnya menjadi orang yang bertakwa. Dalam Surah Al Baqarah ayat 183 Allah Swt berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
Pertanyaannya adalah apakah setiap orang yang berpuasa dapat meraih derajat takwa?
Inilah yang kemudian harus menjadi bahan refleksi dan review kita. Penilaian utama dari puasa kita tentu saja miliki Allah Swt. Bukan kita pula yang bisa menilainya. Tapi, paling tidak apakah puasa kita sudah “sah” secara syariat? Jika sudah sah, apakah puasa kita termasuk golongan puasa aam, khowas, atau khowasul khowas? Wallahu a’lam.
Paling tidak kita semua tahu bahwa Ramadhan merupakan satu sekolah atau madrasah tempat kita memperbaiki diri. Umumnya, ibadah kita meningkat drastis pada bulan ini. Sementara ketakutan kita untuk melanggar syariat atau mengerjakan maksiat juga semakin berkurang. Ketika ada teman yang mengajak kita “nyrempet-nyrempet” maksiat saja, kita akan mengatakan, “Jangan-jangan, kita kan puasa!”
Ramadhan maksimal hanya 30 hari. Tetapi masih banyak hari-hari yang insya Allah akan kita lalui. Ramadhan ini telah menjaga kita, mendampingi kita, dan mengajak kita menjadi orang baik. Tetapi setelah Ramadhan berlalu, tetapkah kita menjadi baik? Apakah kita tetap akan suka berlama-lama membaca Qur’an, atau tetap bersemangat bersedekah untuk membantu sesama, atau begitu bergairah mengikuti kegiatan ta’lim.
Jika kita tetap bisa mempertahankan kondisi itu, ini berarti bahwa ujian kita lulus. Kita telah di training selama satu bulan oleh Ramadhan, dan kita telah menjadi lebih baik karenanya. Tetapi sebaliknya, jika kita kembali lagi menjadi kita yang dulu, yang malas sholat malam, jarang “nderes” al Qur’an, ogah-ogahan ke masjid, pelit dalam bersedekah, dan sebagainya, maka itu berarti kita hanya memanfaatkan Ramadhan sebagai “bulan diskon” dan “bulan panen pahala”. Terus, ya ndak nyambung-nyambung amat dengan tujuan puasa Ramadhan sebagaimana disebutkan di atas.
Mempertahankan Ramadhan
Waktu terus berlalu. Ramadhan juga akan berlalu, berganti dengan bulan Syawal. Berbagai fasilitas dan keistimewaan bulan ini akan lepas dari jangkauan kita. Kita akan kembali dalam kondisi normal, sebagaimana bulan-bulan selain Ramadhan.
Namun, value Ramadhan tetap dapat dipertahankan. Gairah beribadah dan romantisme kedekatan hubungan kita dengan Allah Swt tetap dapat kita lakukan. Caranya, ya dengan melanggengkan ibadah-ibadah yang sering kita lakukan dalam bulan Ramadhan sesuai kemampuan kita. Kita lanjutkan romantisme hubungan kita dengan sang Khalik dengan tetap membaca al Quran, melanggengkan sholat malam, memperbanyak sedekah, bahkan dengan melanjutkannya dengan puasa sunnah. Ibadah-ibadah itu adalah ibadah istimewa yang bisa meningkatkan grade kita dihadapan Allah Swt. (ans)